Bagaimana jika Anda dihadapkan dengan situasi cinta harus memilih?
Cinta
memang harus memilih, memilih mana yang tepat menjadi pasangan hidup
Anda. Siapapun yang menjadi pasangan hidup Anda, maka hal tersebut
merupakan cermin yang ada pada diri Anda. Jika Anda memilih berdasarkan
pertimbangan rasa, lalu bertemu di medan
perjuangan, maka pasangan hidup yang Anda dapatkan juga orang yang
memiliki karakter yang sama. Namun jika Anda memilih berdasarkan
pertimbangan logika semata, maka yang Anda dapatkan juga seperti yang
Anda pikirkan.
Dalam
memilih cinta, ada perpaduan antara rasa dan logika. Anda yang merasa
sudah cocok sering lebih ‘dibenarkan’ dibandingkan pertimbangan secara
‘ilmiah’. Jika wanita dalam pertemuan pertama dengan lelaki langsung
merasa bahwa lelaki itu merasa cocok untuk menjadi suami, meski ia belum
mengetahui secara detail siapa identitas si lelaki itu, maka biasanya
faktor perasaan cocok tersebut yang akan menjadi faktor dominan dalam
pertimbangan si wanita untuk hubungan selanjutnya.
Sebagian
orang sering langsung merasa tertarik ketika lawan jenis yang ia temui
pertama kali menyapanya atau memberikan penampilan terbaiknya di kala
itu, padahal bisa saja kesemuanya itu palsu. Sementara itu argumen
rasional berdasar data lengkap tentang berbagai segi dari karakteristik
lelaki atau perempuan, mungkin dapat memuaskan logika, tetapi mungkin
terasa kering, karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi
justru lebih merupakan masalah perasaan.
Sebagai
contoh, ada pasangan suami istri yang dari segi logisnya sudah pas,
misalkan suaminya ganteng dan istrinya cantik, juga secara materi sudah
mencukupi, seharusnya hidup bahagia. Namun, pasangan tersebut justru
melewati hari-harinya dengan suasana yang kering dan membosankan, karena
hubungan lebih terkesan format daripada rasa. Untuk itu, diperlukan
perasaan cocok diantara keduanya untuk mengurangi kekeringan, sehingga
mereka akan kaya dengan perasaan, dan bisa hidup bahagia dalam
kesahajaan.
Cinta adalah pilihan
Memilih salah satu diantara yang terbaik menurut kaca mata kita
Tetapi ketika pilihan yang kau anggap baik, ternyata dikemudian hari bukanlah yang terbaik
Apa yang seharusnya kau lakukan?
Memilih salah satu diantara yang terbaik menurut kaca mata kita
Tetapi ketika pilihan yang kau anggap baik, ternyata dikemudian hari bukanlah yang terbaik
Apa yang seharusnya kau lakukan?
Tentunya menyesal, bukanlah hal yang mesti dilakukan?
Membuang dan menggantinya dengan pilihan lain, juga sesuatu yang harus dipikirkan masak-masak
Ibarat sebuah perahu. Perahu yang kau gunakan sudah berada ditengah-tengah samudera
Disaat sedang mengarungi samudera kehidupan
Disaat itulah perahu yang kau tumpangi bukanlah perahu yang terbaik, bocor dimana-mana
tidak sanggup melawai derasnya gelombang dan badai
Bahkan cengeng dan selalu menyalahkan orang lain
Apakah kau akan meninggalkannya di tengah samudera
Kemudian terjun bebas dan mencari perahu yang lain? dengan harapan engkau akan mendapatkan perahu yang lain yang lebih baik dari pilihanmu semula.
Membuang dan menggantinya dengan pilihan lain, juga sesuatu yang harus dipikirkan masak-masak
Ibarat sebuah perahu. Perahu yang kau gunakan sudah berada ditengah-tengah samudera
Disaat sedang mengarungi samudera kehidupan
Disaat itulah perahu yang kau tumpangi bukanlah perahu yang terbaik, bocor dimana-mana
tidak sanggup melawai derasnya gelombang dan badai
Bahkan cengeng dan selalu menyalahkan orang lain
Apakah kau akan meninggalkannya di tengah samudera
Kemudian terjun bebas dan mencari perahu yang lain? dengan harapan engkau akan mendapatkan perahu yang lain yang lebih baik dari pilihanmu semula.
Oh..sungguh pilihan yang sulit, bukan?
Hal ini, terjadi kepada salah satu teman terbaikku, ketika ia harus memutuskan untuk menikah dengan pilihan hatinya, ia senantiasa menyandarkan sepenuhnya kepada lelaki pilihannya, agar kelak nanti ia bisa menikmati kebahagiaan bersama-sama, sehidup semati. di dunia dan di akhirat nanti.
Hal ini, terjadi kepada salah satu teman terbaikku, ketika ia harus memutuskan untuk menikah dengan pilihan hatinya, ia senantiasa menyandarkan sepenuhnya kepada lelaki pilihannya, agar kelak nanti ia bisa menikmati kebahagiaan bersama-sama, sehidup semati. di dunia dan di akhirat nanti.
Namun sayang harapan tinggallah harapan, ternyata apa yang dia
impikan selama ini untuk hidup bahagia hanya lah sebuah cerita fiksi
belaka, mungkin karena terlanjur mencintainya, seluruh hidupnya
dikorbankan untuk lelaki pujaannya. Dengan satu harapan ia bisa mengerti
dan bisa berbagi suka maupun duka.
Harapannya sia-sia, Mimpinya kandas di tengah lautan. Sosok lelaki
pujaannya bukanlah seorang tipe suami yang bertanggung jawab, dan bisa
membawa keluarga menghadapi badai. Ia begitu cengeng, Ia cenderung
menyalahkan orang lain. Egonya sebagai lelaki selalu dimunculkan ke
permukaan ketika suatu permasalahan timbul.
Bahkan yang sulit dipahami, tidak sepeserpun uang miliknya (gaji)
dipakai untuk keperluan keluarga selama hidup berumah tangga sampai 10
tahun lamanya, sungguh suatu hal yang sulit diterima dengan wajar.
Hidupnya digantungkan kepada sosok wanita yang seharusnya dilindungi dan
dinafkahinya dengan baik.